Preambule, yang sudah pernah didahului atau sudah pernah dibuka, tetapi sebagai bentuk edukasi masyarakat saja;
Sebagai warga kota Bnada Aceh, dengan kondisi kota yang terus berkembang menurut pandangan kami dengan semakin bertambahnya populasi warga tidak tetap dari setiap daerah setiap tahunnya yang pasti akan berdampak kepada ekonomi perkotaan itu sendiri, kami membayangkan Pemerintah Provinsi dan Kota terus merancang dan menerapkan pelayanan masyarakat dengan basis komputasi, dengan para pakar dari Universitas Syiah Kuala atau mendatangkan Engineer dari luar Provinsi bahkan dari luar negeri untuk sama-sama mengembagkan ide-ide yang kami yakin memang sudah ada dalam kepala para pakar dan Engineer tersebut untuk menjadikan kota Banda Aceh sebagai Smart City itu sendiri; mungkin berlebihan untuk sejumlah orang yang melihat itu sebagai "cet langet", tetapi kenapa kita tidak berpikir, bisa saja hal itu menjadi kenyataan?!
Baiklah, kita mulai dengan mengulang kembali apa itu Smart City, walaupun hal ini sudah banyak yang tahu atau minimal pernah mendengar apakah Smart City itu;
Smart City atau kota pintar adalah sebuah konsep pengembangan kota yang mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi, memperbaiki pelayanan publik, dan meningkatkan kualitas hidup warganya. Bayangkan jika sebuah kota, kita anggpa saja kota Banda Aceh, di mana segala sesuatu terhubung secara digital, mulai dari transportasi, energi, hingga layanan pemerintahan. Mari kita lihat, dari berbagai sumber, bagaimana bentuk Smart City itu, Bentuk Smart City sangatlah beragam dan terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Secara umum, Smart City memiliki beberapa ciri khas, seperti:
- Infrastruktur cerdas
- Layanan publik berbasis digital
- Partisipasi warga
- Ekosistem inovasi
Bagiamana dalam pelaksanaanya dan apakah Banda Aceh termasuk Smart City?
Pelaksanaan smart city melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta, hingga masyarakat.
Beberapa langkah yang umumnya dilakukan dalam membangun smart city adalah:
- Perencanaan yang matang
- Pengembangan infrastruktur TIK
- Integrasi data
- Pengembangan aplikasi dan layanan
- Sosialisasi dan edukasi
Untuk mengetahui apakah Banda Aceh termasuk smart city, perlu dilakukan penilaian yang komprehensif terhadap berbagai aspek, seperti tingkat pemanfaatan IT, ketersediaan infrastruktur, partisifasi warga dan inovasi. Jadi PoV dari uraian terbatas ini adalah Smart City adalah konsep yang harus dan terus berkembang dan memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Untuk mengetahui apakah Banda Aceh sudah menjadi smart city, diperlukan penilaian yang lebih mendalam. Namun, yang pasti, upaya untuk membangun kota yang lebih cerdas dan berkelanjutan harus terus dilakukan.
Selain itu, tentu ada rasa skeptis atau bahkan denial dengan hal tersebut dan kadang menjadi penolakan, tentu dengan berbagai faktor terutama rentang usia dan tingkat kepercayaan kepada Pemerintah yang berkerja hanya sebatas "capai target", baik, kita tidak membahas hal tersebut, terlalu politis tentunya. Mengapa kadang terdapat penolakan, Meskipun secara umum positif, penerimaan terhadap Smart City juga dipengaruhi oleh rentang usia:
- Generasi X: Sebagian generasi X mungkin kurang familiar dengan teknologi digital, sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi. Namun, banyak juga generasi X yang terbuka dan antusias terhadap inovasi, terutama jika manfaatnya jelas terlihat.
- Milenial dan Gen Z: Generasi ini umumnya lebih familiar dengan teknologi digital dan lebih cepat dalam mengadopsi inovasi baru. Namun, tidak menutup kemungkinan ada sebagian yang skeptis atau khawatir terhadap privasi data dan keamanan siber.
Beberapa alasan mengapa sebagian masyarakat mungkin menolak konsep Smart City bisa kita simpulkan pertama kekhawatiran terhadap privasi; Banyak orang khawatir data pribadi mereka akan disalahgunakan, lalu yang ke dua adalah Ketakutan akan pengangguran; Ada kekhawatiran bahwa otomatisasi yang terjadi dalam Smart City akan mengurangi lapangan pekerjaan, apa lagi saat sekarang untuk sektor pekerjaan non-pemerintahan di kota Banda Aceh dapat dikatakan pada nilai yang stagnan dengan pertumbuhan ekonomi kota ada pada angka 5,17% pada triwulan ke tiga 2024, lalu yang terakhir adalah Digital divide atau dengan kata lain tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap teknologi, sehingga menciptakan kesenjangan digital.
Jadi dapat disimpulkan secara umum, Penerimaan masyarakat terhadap Smart City sangat beragam dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Meskipun generasi muda cenderung lebih mudah beradaptasi dengan teknologi, bukan berarti generasi tua tidak bisa. Kunci keberhasilan implementasi Smart City adalah dengan melibatkan masyarakat sejak awal, memberikan edukasi yang memadai, dan memastikan bahwa manfaatnya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Sesusai dengan judul uraian terbatas ini apakah Banda Aceh adalah sebuah kota Smart City seperti yang diinginkan oleh sejumlah warga kota atau yang ditolak oleh sejumlah warga kota Banda Aceh? Ya, kita jawab dengan masing-masing jawaban saja.